
Rupat Bengkalis Pindomerdeka.online
Mengutip Pengalaman Sejak 2007-2023, Pentingnya Pemikiran Yang Jeli,Kronologi Berdamfak Pada Masyarakat,Kebun HTI – KLG Pulau Rupat Aspirasi Tidak Terbagi Ke Masyarakat Lingkungan,malah Penderitaan hingga jeritan hati warga berbuntut panjang,tak kunjung redah.
Dari PT. sumatera Riang Lestari(SRL), jika di Analisis dengan luas 38.210 hektar,Luapan air seluas itu akan melimpah ke dataran rendah mengarah paling besar damfaknya ke Area Batu panjang,maka yang timbul dalam Menyikapi jika pencucian sungai Penebak, Seorang Salikhin berpendapat: Menurut: pandangan saya itu ada dua kepentingan,yakni pihak pertama masyarakat yang mempunyai kebun di sekitar sungai memang menginginkan lokasi kebunnya tidak kebanjiran,hal ini terungkap setelah kembali dari Rapat tentang rencana pencucian Sei.Penebak akan dilakukan katanya atas keinginan masyarakat, masyarakat yang mana? Kata Salikhin secara tertulis kepada Wartawan, Minggu 5/3/2023,pkl.21:30’wib,
Kemudian di satu sisi , satu pihak lagi menginginkan kepastian hukum masalah perkebunan di lahan yang di tepi sungai itu kan kebun orang-orang lama para orang tua kita dahulu, sementara kalau generasi muda ini kan posisinya pada garapan baru,belum merasa kepentingan semacam pencucian sungai dimaksud selain ingin mendapatkan kelancaran pengelolaan lahan baru dikawasan hutan yang bergejolak,terganggu Pihak Perusahaannya HTI terus,kapan kita harus menanam kebun masa depan? Katanya.
Jadi, kalau perusahaan itu melakukan pencucian sungai, saya rasa yang untung itu cuman pihak yang punya kebun tepi sungai dan perusahaan PT.SRL itu sendiri lokasinya tidak kebanjiran.
Untuk sementara,perusahaan dan masyarakat yang baru adalah generasi baru yang mau mencari kehidupan,namun tidak dapat membuat pengaruhnya karena berbagai permasalahan sementara perusahaan dari tahun 2007 itu sudah mengeksploitasi hutan kita menjadi tanaman akasia. Nah !”di situ kan banyak hal-hal aspirasi yang wajib mereka tunaikan” untuk kita sebagai orang berbatas pertama itu kalau mereka memanfaatkan air sungai selama ini, timbal balik dari pemanfaatan sungai untuk pembuangan air itu bukan hanya bisa dibayar dengan mencuci sungai sedemikian saja,ungkap Lihin.
Tetapi di situ kan ada jasa lingkungan perusahaan untuk di berikan kepada masyarakat, kemudian di situ kan ada area Kawasan Lindung Gambut(KLG) yang perlu ada untuk masyarakat hasilnya, kemudian di situ ada juga lokasi kelompok Tani lama pada Unregistered Plantation yang mana klaimnya itu belum ada diakui sementara kan generasi baru ini tentu perlu untuk perkembangan wilayah perkembangan ekonomi pertanian/perkebunan masyarakat karena tidak semua yang punya kebun ada memiliki rumah, ada yang masih menumpang sementara perusahaan sudah mengambil miliaran juta kekayaan tetapi timbal balik yang setimpal terhadap masyarakat setempat belum ada,ungkap
Salikhin.
Oleh sebap itu: WALHI Riau telah merekomendasikan a. KmenLHK,Menteri Pertanian,Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN,Gubernur Riau,Bupati Bengkalis melakukan Evaluasi Perizinan terhadap seluruh aktivitas korporasi di daratan Pulau Rupat berdasarkan aspek sosial serta daya tampung Lingkungan hidup di Ekosistem Pulau Rupat. Evaluasi ini harus bermuara pada penciutan jingga pencabutan perizinan.
Tujuan: akan menetapkan Pulau Rupat dan Ekosistemnya sebagai kawasan lindung berbasis masyarakat lokal melalui akselerasi kebijakan Perhutanan Sosial,Tanah Objek Reforma Agraria, diperkirakan luas Pulau Rupat ±1.524,55 km² pasal 1 angka 3 UU No.27 Thn 2007 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil sebagaimana telah dubah oleh UU.No.1 Thn 2014 dan UU No.11 Thn 2020.
Ketentuan ini menyebutkan (pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km² beserta kesatuan Ekosistemnya)berdasarkan data Kesatuan Hidrologis Gambut,77,39% daratan Pulau Rupat merupakan Ekosistem Gambut.PT.SRL diduga menghancurkan hutan alam,akar -akar kayu dan tanaman lain sebagai sumber pengobatan tradisional pun hilang. Banyak cerita yang merugikan warga Suku Aakit Hatas di Rupat, PT.SRL diduga sebagai sumber masalah tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi diwilayah adat mereka termasuk hak warga luas lainnya yang dialami masyarakat.
Fakta yang disusun WALHI Riau akan menyajikan beberapa temuan terkait keberadaan investasi yang diduga mengancam Ekosistem Pulau Rupat berikut masyarakatnya,sebut para Tokoh pejuang Rupat bersama Salikhin dan dikutip pada Fakta WALHI Riau,sejak 2011-2021, hasilnya belum dapat dinyatakan, masyarakat menunggu realisasinya.
Sementara, masyarakat mau menggarap pun dua hektar selalu menjadi kontroversi, nah !”jadi di sini tidak adanya keadilan yang didapat oleh masyarakat” sedangkan perusahaan sudah menggarap puluhan ribuan hektar tanpa adanya kemitraan sejenis plasmanya,misalnya,jelasnya lagi.
Tidak adanya timbal balik terhadap jasa lingkungan yang sudah mereka gunakan seperti itulah membuang air ke sungai. Klaim terhadap lokasi masyarakat itukan perlu dipertimbangkan kerana di sini di daratan Pulau Rupat ini kita semua perlu atau butuh terhadap hak hidup itu.
Oleh karena itu jadi ini jangan hanya menguntungkan dari beberapa pihak saja. Dalam undang-undang gambut itu ada namanya aspirasi masyarakat, nah !”di situlah perlu adanya pertimbangan aspirasi masyarakat tadi” Apa tuntutannya, apa keinginannya, keuntungan itu hanya beberapa orang karena bumi ini kita semua punya hak hidup di situ,ungkap Tokoh muda itu.
Saya secara pribadi kata Salikhin,bukan tidak mau sungai itu dicuci tetapi tolong pertimbangkan kepentingan-kepentingan di situ. Sekarang kami yang di area situ yang mau menggarap lokasi baru tersebut bagaimana yang tidak ada kelompok Tani,sementara itu perusahaan sudah mengeksploitasi sekian luas lahan, generasi baru selalu mendapat tekanan kontroversi dan itu bagaimana, sedangkan di dalam peraturan gambut itu ada namanya aspirasi masyarakat apa yang menjadi tuntutan masyarakat, apa yang menjadi harapan masyarakat itu kan perlu dimasukkan ke dalam ruang lingkup kerja perusahaan.
Lanjutnya lagi,Aspirasi masyarakat itu kan banyak, bukan hanya cuci sungai. Ada lagi seperti klaim lokasi kemitraan bagi hasil tentang tanaman di kawasan lindung gambut. Hal Semacam itukan namnya aspirasi, jadi itu harus menjadi pertimbangan untuk keberlangsungan perusahaan Kalau ini tidak bisa di imbangi maka sampai kapan pun ini menjadi masalah terus.Maka akan menjadi konflik terus, dan saya secara peribadi, apabila kami generasi generasi baru ini tidak mendapatkan hak kelola terhadap pemanfaatan tanah garapan maka ini akan menjadi konflik yang berkepanjangan,tegasnya.
Mungkin terjadi laga fisik dan pertarungan saling bunuh-bunuhan bahkan berperang terhadap hak guna tanah dan lahan untuk kehidupan, hal ini akan terjadi jika tidak ada kesemimbangan hukum dalam mencapai hak kehidupan yang berkeadilan, ini tanggapan dari sdr.Salikhin menyikapi situasi kedepan,demikian kutipan hasil pemaparannya,minggu (5/3),pkl.21:30:wib**(Zaini)



