Oleh: Wisnu Riski Ananda
Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Andalas
Opini
Rencana DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) untuk membeli 50 tablet seharga Rp 1 miliar telah memicu gelombang kritik dari masyarakat. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit dan berbagai tantangan yang dihadapi oleh warga, keputusan ini menunjukkan ketidakpekaan dan kurangnya pemahaman terhadap kebutuhan riil masyarakat. Dalam konteks administrasi publik, langkah ini mencerminkan masalah yang lebih besar terkait dengan pengelolaan anggaran dan prioritas kebijakan yang seharusnya berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Ketidakpekaan Terhadap Kebutuhan Masyarakat
Di saat banyak masyarakat yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan, pengeluaran sebesar Rp 1 miliar untuk perangkat teknologi yang tidak mendesak menjadi sangat tidak relevan. Masyarakat KBB saat ini menghadapi berbagai tantangan, mulai dari dampak pandemi COVID-19 yang masih terasa, hingga masalah pengangguran dan kemiskinan. Dalam situasi seperti ini, alokasi anggaran seharusnya lebih difokuskan pada program-program yang langsung berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, seperti bantuan sosial, pengembangan infrastruktur, dan peningkatan layanan kesehatan.
Administrasi Publik dan Pengelolaan Anggaran
Dalam administrasi publik, pengelolaan anggaran yang baik adalah kunci untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Keputusan untuk membeli tablet seharga Rp 1 miliar menunjukkan adanya kesenjangan dalam proses pengambilan keputusan di DPRD KBB. Seharusnya, setiap pengeluaran anggaran harus melalui analisis yang mendalam mengenai manfaat dan dampaknya terhadap masyarakat. Dalam hal ini, DPRD perlu melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan anggaran, sehingga keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat.
Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi dan akuntabilitas adalah prinsip dasar dalam administrasi publik yang harus diterapkan oleh setiap lembaga pemerintahan. Rencana pembelian tablet ini seharusnya disertai dengan penjelasan yang jelas mengenai tujuan dan manfaatnya. Tanpa adanya transparansi, masyarakat berhak mempertanyakan apakah pengeluaran tersebut benar-benar diperlukan atau hanya sekadar pemborosan anggaran. DPRD KBB perlu memberikan laporan yang jelas dan terbuka mengenai penggunaan anggaran, serta melibatkan masyarakat dalam proses evaluasi untuk memastikan bahwa setiap pengeluaran memberikan manfaat yang maksimal.
Solusi yang Lebih Relevan
Alih-alih mengalokasikan anggaran untuk pembelian tablet, DPRD KBB seharusnya mempertimbangkan solusi yang lebih relevan dan berdampak langsung pada masyarakat. Misalnya, pengembangan program pelatihan keterampilan bagi masyarakat, peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, atau bantuan langsung tunai bagi keluarga yang terdampak ekonomi. Dengan demikian, anggaran yang ada dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rencana pembelian tablet oleh DPRD KBB seharga Rp 1 miliar mencerminkan ketidakpekaan terhadap kondisi masyarakat yang sedang berjuang. Dalam konteks administrasi publik, penting bagi lembaga pemerintahan untuk mengutamakan pengelolaan anggaran yang berorientasi pada kebutuhan rakyat. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan memastikan transparansi serta akuntabilitas, DPRD KBB dapat membangun kepercayaan dan menciptakan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Saatnya bagi DPRD KBB untuk mendengarkan suara rakyat dan mengutamakan kepentingan mereka di atas kepentingan lainnya.**