Sumut

Ahmad Suhendra Desak Satgas PKH Riau Cek Izin Dan Dampak Lingkungan PT. SRL Di Pulau Rupat Pada Konflik Besar Yang Berlarut Lama

Rupat Bengkalis Pindomerdeka

Sebagai Tokoh Masyarakat Pulau Rupat perlu memandang dan memperhatikan lingkungan hidup dan Latar belakang kehidupan bagi masyarakat, bercermin pada pantauan dan pengalaman masyarakat beberapa tahun berlangsung mendapat dampak buruk serta Hilangnya harapan Petani yang gagal mengelola lahan Haknya karena telah di kuasai PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) kebun Hutan Tanaman Indusri (HTI) Akasia di Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis-Riau yang menguasai Kawasan Hutan Alam dan merubah Fusngsi Hutan alam menjadi kebun Akasia sejak mengantongi izin HTI lebih dari 38.000 Hektare termauk didalamnya lahan olahan dan Kebun masyarakat sebelum adanya Izin PT. SRL dari KmenLHK yang diduga dikeluarkannya Izin Tahun 2007 sebagaimana terpasang di Papan Plang PT. SRL sejak lama.

Akibat dampak buruk dialami masyarakat sejak belasan tahun konflik berlarut lamanya belum ada solusi maupun Etikat baik perusahaan sebagai jalan penyelesaian melalui Mediasi di Pemerintahan Terkait, para pihak mengetahui apa sebenarnya telah menjadi pada keresahan masyarakat, sebagaimana kembali disampaikan Pejuang Pulau Rupat di Edisi lanjutan kepada Pindomerdeka mulai Bulan Maret 2025 usai berbuka puasa berulang kali rapat membuka Fakta hingga Larut malam, para Aktivis dan awak media hingga Selasa 8 April 2025, pkl.20:07.

Aspirasi melalui perjuangan di Edisi lanjutan ini karena belum pernah mendapat Sahutan secara Siknifikan dari Pihak PT. SRL maupun Pemda Bengkalis maupun Provinsi, DPRD Kabupaten maupun Provinsi.

“Ahmad Suhendra”, selaku tokoh masyarakat Pulau Rupat mengungkapkan(8/4) kepada media ini dari saluran elektroniknya, beliau mendesak pihak Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Riau untuk segera memeriksa izin Operasional perusahaan yang beroperasi di Pulau Rupat, terutama PT. SRL, dan juga meminta Satgas untuk mengecek kondisi tanah gambut di area yang dikelola PT. SRL, mengingat dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat sering menghadapi masalah kebanjiran lahan seta tanaman dan pemukiman, kebakaran lahan dan kebun masyarakat dari dua iklim tersebut berdampak buruk, banyak mengalami kerugian diduga akibat Lahan dan hutan dibabat secara korporasi dan Gambut rusak serta aliran sungai alam kotor akibat limbah dari banyaknya bentangan kanal-kanal lebar dan ukuran cukup dalam pada Luasnya Pengelolaan kebun HTI Akasia, salah satunya di kampung Sidomulyo, kampung Jawa Batupanjang dan lainnya mendapatkan berbagai dampak buruk.

Menurut Suhendra, luas kawasan yang dikelola oleh PT. SRL mencapai 38 ribu hektare, dan ia menyayangkan, “rendahnya kontribusi perusahaan terhadap Desa setempat, bahkan kepada pihak Pemerintah Kecamatan”. Dia menegaskan bahwa dengan luas lahan yang sebesar itu, perusahaan seharusnya bisa lebih banyak membantu Pemerintah setempat dalam mengatasi berbagai masalah, termasuk yang terkait dengan dampak lingkungan.

“Jangan ketika musim kering kami kehilangan air dari dalam hutan yang seharusnya mengalir. Lalu ketika musim hujan, kami menjadi sasaran atas limpahan air dari perusahaan di atas sana,” ujar Ahmad Suhendra, menekankan ketidak adilan yang dirasakan warga Pulau Rupat.

Lanjutnya lagi, Ahmad Suhendra juga menegaskan bahwa ia dan masyarakat setempat mendesak agar Satgas yang dibentuk oleh Presiden RI Prabowo Subianto, kiranya segera melakukan pengecekan terhadap lahan PT. SRL. “Seandainya ada temuan pelanggaran yang fatal, kami berharap agar hal itu dapat ditindak lanjuti dengan semestinya,” tegasnya.

Suhendra juga berharap, tindakan tegas dari Satgas PKH Riau dapat memastikan bahwa Operasional perusahaan itu tidak merugikan masyarakat dan lingkungan, serta memastikan adanya tanggung jawab dimaksud dari perusahaan terhadap keberlanjutan kawasan hutan di Pulau Rupat, Pulau terluar di basis Selat Melaka Malaysia, Basis ini penting dijaga dan Pulau Rupat sekecil ini kawasannya perlu di lindungi dari berbagai hal.

Sebagaimana para Tokoh Aktivis dan awak media beberapa kali mengadakan perbincangan bersama para pejuang Rupat bahkan pada Maret 2025 usai berbuka puasa hingga larut malam membahas hal PT. SRL yang berkonflik terus belum ada titik terang jalan penyelesaiannya bahkan informasinya masih melakukan Kerjasama Pemerintah Kelurahan dan Desa pada Pola Tanaman Kehidupan, diduga masih Fiktif hasil yang tidak sesuai pertahun diantara 50 an Juta per Kelurahan/Desa.

Salikhin menyebutkan, tidak sesuai hasil bagi Pemerintah setempat coba ditinjau pada izin dalam SK. 675/MENLHK/SETJEND/PLA.2/9/2021 tentang penetapan areal kerja PT. SRL Blok IV pernah disampaikan DLHK (Fadil) Jumat (8/9/2023) diruang pertemuan Camat Rupat, seluas 39.002,62 Hektare di Kabupaten Bengkalis Objektifnya terletak di Rupat(red)

Para Aktivis pada Maret 2025 datang ke alamat Pejuang Rupat selaku aktivis Media sosial Kontrol Jl. Hangtuah Proyek Batupanjang membahas, berbagai permasalahan di Rupat berkaitan benerapa HGU serta IUPHHKHT serta alas hak wewenang Perusahaan dan kewajibannya, khususnya PT. SRL bahwa hal itu perlu ditinjau dan di kaji ulang telah bertambah luas arelnya dibanding SK. IUPHHKHT No. 208/Menhut-II/2007 tgl. 25 Mei 2007 Luas areal : 38.210 Ha.

Asnawi, Tokoh pejuang Rupat/ Bengkalis menilai Pihak PT. SRL diduga saat berurusan dilapangan hanya sepihak, seakan-akan tidak melaporkan ke KmenLHK RI saat membuat Lahan Konsesi di lapangan, bahkan olahan dan kebun masyarakat masuk ke areal Konsesinya tapi tidak diketahui pemilik Hak selaku kelompok Tani atau Warga yang menduduki lahan tersebut, sebagaimana di sebut sdr. Salikhin tadi, kata Asnawi.

Salikhin menambahkan, seharusnya pihak PT. SRL(Humasy) melakukan pertemuan masyarakat jauh sebelum kegiatannya berlangsung. Juga melalui pemerintah setempat dan serta melengkapi berkas berupa SK.KmenLHK.
Seterusnya identifikasi lapangan sesuai aturan P. 62 tahun 2019 tentang Pembangunan HTI dan situasi di lapangan, tegasnya.

Konflik terus terjadi berulang kali sejak 2011-2012 silam hingga kini belum usai. Alasan Perusahaan ini, mereka sesuai izin,namun belum pernah menjukkannya pada LSM atau kita selaku pejuang. Atau ke Pemerintah setempat, bahkan Lurah dan Camat menyebutkan kalau PT. SRL tidak melalui Pemerintah bawah, tapi MenLHK langsung, ini ucapan berkali kali kita dengar, nah kok bisa kita dibodoh-bodohi? Sebut, Salikhin, kesal.

Kata Salikhin, kalau dilihat surat Koptan, Batupanjang saja mencapai 6 ribuan hektare, hal itu langsung di sambut hangat sdr. M. Yunus kalau Tanjung Kapal ribuan hektare laban hak Masyarakat bahkan mempunyai Legalitas Lengkap, itu beberapa Waktu lalu kita minta PT. Priatama pada program pembuatan kebun Sawit Masyarakat dengan pola Kelola selesai hingga berproduksi, namun KTU PT. Priatama bersedia sesuai programnya untuk segera terwujud tabun 2025, dan meng arahkan kita agar kerjasama Lurah untuk turut menyetujuinya dan mengundang para Ketua RT/ RW dan merangkulnya agar mengumpulkan masing-masing Warganya untuk satu tujuan.

Salah satunya, agar membentuk koperasi khusus wadah pengelola dan kemitraan, tapi Lurah Tj. Kapal tidak meneruskan keinginan kita dan tidak mengundang para Ketua RT/RW yang kita mintakan saat dikantornya bersama kita beberapa tokoh yang ikut hadir, terang M. Yunus, sambil menganggukkan kepala.

Ok, Tegas Salikhin, banyak kegagalan kita bersama petani akibat para pemangku kekuasaan tidak peduli atas perjuangan Masyarakat petani, sesuai penderitaan itu kita jadikan fakta suatu saat akan ketahuan siapa sesungguhnya penghalang ini, beberapa hektare lahan Kelompok Tani bahkan lahan tergabung pada program Revitalisasi kebun Sawit Koperasi Muliya Jaya “Rupat”, menentukan lahan seluas 22.000 Hektare dan ditanda tangani Kepala Dinas BPN Bengkalis, namun pembuatan Kebun tersebut gagal, ternyata Lahan tersebut ada di dalam Kawasan Konsesi PT. SRL, hal itu betapa besarnya kerugian masyarakat?

Bagaimana penderitaan warga di Sidomulyo? ungkap Herman, cukup parah, itu membuktikan warga tesebut sudah lama membuka juga sebagian mengelola lahan, sejak tahun1992-1994 sudah terbentang. Akhirnya usia warga ada yang sudah tua hingga beberapa orang sudah meninggal dunia,(red) belum pernah menikmati hasil pengorbanannya membuka lahannya itu, sebut Ketua Pekat IB DPK Rupat, “Heman Saputra”.

Melalui WhastApp, Pakar Lingkungan Hidup DR. Elv. mengatakan, tunjukkan SK. izin HTI dari KmenLHK dan tidak melakukan sepihak, HTI adalah wewenang Dirjend Hutan Produksi KLHK Jakarta Pusat(red) dan tanah adalah bagian hidup manusia. Artikelstanding(Riwayat penguasaan lapangan) yang ada di situ, itu perlu dikaji oleh Pemerintah terkait dan banyak pihak karena demi Keadilan Sosial yang Adil dan Beradab, tegasnya.

Tidak itu saja, salah satu tokoh pejuang Rupat, “Salikhin,Rabu 9 April 2025, pkl.14:41’WIB, IUPHHK-HTI PT. Sumatera Riang Lestari ( PT. SRL) yang luasnya lebih dari 38.000 Hektare di Pulau Rupat pernah di jelaskan secara terbuka selaku DLHK Riau(Fadil) mengakui tidak hanya 38.210 Hektare, tapi 39.002,62 Hektare, kami tidak menambah luas arel, dan saya sebagai mewakili PT. SRL, ini penyampaiannya di ruang Pertemuan Kantor Camat Rupat waktu lalu(red) patut diduga perizinannya tidak akuntabel, hal ini penting di Identifikasi dan ukur luas lahan konsesinya serta cek dampak buruk serta kehancuran Gambut lainnya sebagaimana kronologi dialami masyarakat dan hilangnya kehidupan dari sikap pihak Perusahaan tersebut sejak menguasai kedudukannya di Pulau Rupat khusnya di Batupanjang.

Keberadaan Perusahaan ini tampak mampu menaklukkan para pihak Pemangku Wilayah serta para pejabat rendah dan jajaran hingga tidak berani berkutik, atau turut serta bersuara dan terkesan kompak seakan ada yang menjadi momok secara diam atau tidak di ketahui umum. Namun para pecinta Rupat untuk maju agar perkembangan lebih baik kedepan tanpa berpangku tangan, tanpa mau dipengaruhi para pihak, melainkan terus melakukan kegiatan meneruskan harapan masyarakat Pulau Rupat berjaya makmur dan sejahtera yang berwibawa, maju dan bermarwah bila tata ruang kehidupan petani/pekebun dapat berkembang dengan harapan terlepas dari cengkeraman pihak yang tidak membuat hidup nyaman,hal ini sudah dalam rana FSC Internasional dan penilaian Sertifikasi kedepan sesuai Prilaku pada historis konflik**(Zaini/tim)

Redaksi

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *