Kelompoktani Rupat Bengkalis Gelar Aksi, Sawit Dan Karet Petani Semakin Habis, Gambut Dibeko Hingga Kering Rawan Karhutla. Belasan Tahun Petani Tak Berdaya Menderita diduga Dampak Konflik VS Kebun HTI

  • Bagikan

Rupat Bengkalis Pindomedeka.online

Sejumlah Masyarakat Petani Rupat Bengkalis Adakan Aksi Damai tanami anak Pohon karet beramai ramai di lahan Kelompok Tani mereka yang sejak lama mereka tidak dapat berusaha di atas lahan konsesi akibat diam-diam diduga dikuasai Pihak Perusahaan Kebun HTI Akasia PT. Sumatera Riang Lestari (SRL).

Masyarakat tidak berani mengolah lahannya karena takut tudingan pelaku Karhutla yang menjadi momok bagi masyarakat mengelola lahannya.

Hal itu dirasakan sejak tahun 2007, sehingga Lahan mereka yang ada tanaman karetnya berangsur-angsur dijadikan kebun Akasia secara diam-diam di kawasan Kelurahan Batupanjang Kec. Rupat beberapa tahun lalu menambah luas kebun Akasia tahun 2019.

Akibat terlenanya masyarakat dan heboh dengan berbagai kegiatan pada moment menyambut HUT Ke-78 RI disaat itu juga terjadi Konflik Masyarakat dengan Pihak Kebun Akasia 27 Juli – 29 Juli 2023 dan kedua belah pihak beradu Argumen memanas namun juga terjadi Damai di lapangan bahwa Humas Perusahaan berjanji menghentikan aktivitas penggarapan sementara adanya Mediasi
kedua belah pihak Bersama Pemerintah Kecamatan Rupat.

Tetapi semua janji lisan Humas itu tidak sampai disitu saja, namun mereka melakukan aktivitas hingga sekitar 60 an Hektar lahan warga diam – diam digarap Dengan alat berat bahkan dimana-mana titik bahkan dalam Kebun warga.

Ada lagi informasi masyarakat adanya patok patok dugaan kerja lanjutan memperluas areal nya Kebun Akasia sehingga masyarakat melakukan demo.

Terkait konflik, mau tidak mau masyarakat menanam bibit karet ke lahan Kelompok Taninya itu secara beramai-ramai , tetapi hampir saja terjadi peristiwa yang tidak diingini sebab warga dan para anak muda merasa panik ketika di lapangan masih ada aktivitas 2 alat berat Eksavator sedang memulai aktivitasnya.

Terkait tidak transparan Perusahaan itu,sempat terjadi kejaran dan amuk massa terhadap para operator dan mengancam pembakaran alat berat pada selasa 5 /9/2023 pagi.

Kericuhan berlangsung hingga siang masih argumentasi tegang saat masyarakat minta alat berat tutup Kanal yang airnya sengaja di buang ke sungai yang Bermuara ke Laut, tanpa ada pertanggung jawaban dampak merugikan masyarakat sejak lama.

Tujuan masyarakat Aksi Damai hanya untuk menanam anak pohon karet di lahan Kelompok Tani yang tersisa dari pihak korporasi tetapi dengan melihat ramainya pihak perusahaan PT.SRL Kebun Akasia itu berada di lapangan bersama Security lengkapnya sebagai komando keamanan seakan warga, para anak muda darahnya mendidih mengingat sejak orang tua mereka terdahulu berjuang dan menghabiskan waktu, tenaga dan biaya, tetapi masih juga di regenerasi mereka para pengganti orang tua yang telah meninggal dalam perjuangan yang belum selesai itu demi memperjuangkan lahan masa depan mereka.

Namun kali ini masih juga mengalami konflik hingga gagal berkebun serta mereka para anak muda ikut menderita dan hidup bekerja mocok -mocok menjadi buruh liar, buruh perkebunan, buruh para pedagang sawit dan sopir demi menghidupi diri dan keluarga sebagai tulang punggung keluarga.

Dengan hal itu, masyarakat menilai kejamnya perusahaan korporasi tersebut diduga tidak lagi menghargai azas Pancasila bahkan tidak lagi menghormati himbauan pemerintah Kecamatan Rupat untuk tidak beraktivitas sementara ada konflik yang belum selesai, sebagaimana informasi dikutip yang disampaikan Camat Rupat sebelumnya.

Akhir kejadian yang hampir terjadi peristiwa tidak diingini pada selasa (5/9) masyarakat berhadapan secara baik-baik dengan para sekurity dilapangan dan minta hadirkan pihak penanggung jawab PT. SRL ke lapangan, baik Manajer atau Humasnya “mana ??!, panggilkan segera, pinta warga” sampai emosi hingga sore sekira pkl. 16 baru tiba Humas bersama Aparat Kepolisian, Rudi Sirait yang mengaku dari Polres Bengkalis.

Sebelum Humas bersama timnya tiba, pihak Kanit reskrim polsek Rupat telah hadir duluan bersama anggotanya dengan menghimbau kepada para pihak untuk tidak ada terjadi hal yang tidak diingini atau anarkis, bahkan kalau masih ada janji sebelumnya menunggu Mediasi sepatutnya tunggulah hasil mediasi yang sudah ada untuk disepakati itu sehingga tidak sedemikian jadinya, ungkap Kanit “Bosar Marpaung”.

Humas PT. SRL” Arif Situmorang”, ketika dipertanyakan di hadapan warga, mengatakan : kami bekerja sesuai izin, dan kami diperintah pimpinan serta kalian bukti apa kepemilikan kalian? Ajukan kebenaran kalian itu ke DLHK, pinta warga kesal.

Dari bahasa Humas seakan terdengar memancing emosi sehingga warga naik darah dan hampir ribut yang berarti.
Kemudian warga minta bukti izin apa yang dikantongi Humas, seperti apa ??!, pokoknya hari ini kami minta pertemuan hari ini secara tertulis di lapangan ini yang membuat perjanjian bersama untuk ditanda tangani agar ada bukti tertulis karena perjanjian kita kemarin hanya menggunakan Video saja, hingga kalian tetap terus merambah lahan kami, ungkap Warga.

Namun Humas Perusahaan menjawab untuk tidak mau dan menolak, beralasan dirinya selaku Humas tidak berwenang membuat keputusan itu.

Warga tambah emosi, kami capek menunggu Humas,tapi sama saja tidak membuat keputusan dan hari ini minta disampaikan ke atasan kalian bila perlu turunkan atasan kalian ke sini lihat lahan kami di sini, jangan asal garap dan pakailah akal sehat, dan gunakan otak kalian sebagai manusia yang mengerti dan beradab, ungkap warga ricuh.

Kami disini ingin hidup, ingin sejahtera, jangan kalian seenaknya mau hidup sendiri dan mengorbankan kehidupan kami, sebagai masyarakat, Ungkap mereka memanas.

Kami tidak mau janji-janji karena sejak dulu sudah berapa kali ganti Humas, ganti pula lagi Camat, ini Humas baru lain lagi ulah kalian yang kita lihat hari ini lahan masyarakat digarap tanpa sosialisasi dengan alasan memiliki izin, izin dari mana??? Siapa yang memberi izin??!!! Sedangkan izin bila ada harus ada atas persetujuan masyarakat, atau Inklave /mengeluarkan lahan kelompok Tani.

Terbalik, bukan di serobot, bukan semakin meluaskan areal, di lahan gambut, harus ada tim pelaksanaan cek lokasi mana lahan masyarakat, mana permukiman, dan mana Dan sebagainya, maka kami minta tutup Kanal ini karena gambut tidak boleh kering, ungkap Para pejuang hak masyarakat, terlihat geram, memanas.

Humas Arif Situmorang menjawab,”kami bekerja sesuai aturan hukum, kami sudah memberikan lahan kehidupan kepada masyarakat melalui Kelurahan dan hasilnya kami serahkan ke Lurah, ungkap Humas yang semakin memancing kemarahan itu.

Maizir Khan menjelaskan “dengan nada marah” bahwa tahukah bapak sebagai Humas, peraturan HTI ? Sudahkah bapak pelajari peraturan HTI? Jika Kebun HTI benar berizin maka ada kebun kemitraan atau Plasma Kemitraan, bukan lahan kehidupan seperti yang kalian buat tanpa musyawarah kami para kelompok Tani.

Warga Pejuang masing masing bersuara,menagatakan: persetujuan siapa??! dan hasilnya dibagikan ke siapa??!, Lurah??!, Ketua Rt/Rw setempat??!, buat apa duitnya hanya 50 juta setahun satu Kelurahan dan dibagi-bagi buat cucuk gigi, sebut mereka disela- sela keramaian itu, rasa geramnya.

Maizir Khan selaku tokoh penerus pejuang hak masyarakat menjelaskan bahwa kebun Pola tanaman Kehidupan sudah di tiadakan lagi dan itu sudah jauh dari ketentuan yang berlaku, bahkan mengorbankan laban Kelompok Tani saat ini sudah hancur porak poranda bahkan tanaman sawit dan karet warga sudah pernah ada,tapi saat ini sudah tiada lagi, ini sudah luar biasa, timpalnya.

Ketum Pekat IB DPK Rupat menjelaskan dirinya mantan Humas salah satu Perusahaan hingga ke wilayah Palembang yang banyak menghadapi suku Asli daerah, namun kebijakan menghadapi masyarakar adalah Humas, bukan lepas tanggung jawab macam ini terus bekerja tanpa solusi, Humaslah yang bertanggung jawab, kalau perlu turunkan Penanggung Jawab perusahaan ini ke lapangan, serta Menteri LHK langsung agar melihat disini ada lahan masyarakat kelompok Tani atau tidak, lihat Kanal dan dampak pada air yang dikeluarkan dari Kanal perusahaan ke sungai, apakah pantas dan layak izin bisa dikeluarkan, dalam konflik ? kandas Herman.

Warga minta perusahaan SRL jangan melakukan aktivitas bahkan jangan ada pekerja kalian di lokasi lagi sebelum ada keputusan dari berbagai pihak yang bisa disetujui masyarakat, karena ini lahan masyarakat, warga tetap menanam apa-apa yang ditanam, dan Kanal besar harus ditutup, jangan dibuka ke sungai lagi karena setiap tahun kami kena danfaknya berkali-kali, tambah Latif sebagai Petani korban.

Kata warga, jangan cabut bendera merah putih yang kami pasang dan jangan cabut tanaman kami, serta jangan ada pihak Perusahaan di lapangan ini, kalau nanti terjadi apa apa kami tidak bertanggung jawab, serta semua alat berat eksavator dan Kema yang ada ini harus dibongkar ungkap warga.

Sementara ditempat terpisah, sejumlah Pemerhati Pulau Rupat Menyebutkan Lahan gambut , Tanami Akasia tanpa sepakat Masyarakat hingga ini terkait konflik lahan di tanah pulau Rupat, pulau kecil, pulau terluar dan pulau perbatasan Malaysia, sejak 2012 sampai saat ini konflik masyarakat vs PT. SRL tak dapat diselesaikan oleh berbagai pihak Kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Terus lahan masyarakat dan kehidupannya korban berkepanjangan.

Sehingga Sepanduk kecil dari keluhan itu tampak akan dipublikasi berbagai medsos dan media massa untuk diketahui banyak pihak dengan Bunyinya; kami menolak aktivitas PT. SRL di kampung Kami, kami butuh keadilan bermarwah, makmur sejahtera.

Kanal PT. SRL merubah ekosistem air dan gambut tak mampu menyerap lagi. Marwah hilang, Ekonomi sulit dikampung kami, Bumi, Air dikuasai Negara dan sebesar – besarnya untuk kemakmuran Rakyat, bukan korporasi, tulis mereka di spanduk aksi Damai itu”Zaini)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *